Dahulu kala di Inggris, ada seorang Raja yang mempunyai tiga
orang putera. Ketiga pangeran itu sudah dewasa sehingga sudah sepatutnya mereka
mencari istri. Sang ayah menyarankan agar mereka mengembara ke dunia luar.
Dengan begitu, mereka bisa mendapatkan istri sesuai dambaan hatinya sendiri.
Sang Raja member restu kepada putera pertamanya saat ia minta diri untuk
berangkat mengembara.
Di tengah perjalanan, pangeran Sulung melihat seekor tikus.
Tikus itu terlihat amat manis, tidak seperti tikus biasanya. Tikus itu
berlari-lari di depan kaki kuda yang ditunggangi pangeran Sulung. Dia berusaha
agar kudanya tidak menginjak mati si Tikus. Akan tetapi si Tikus tak mau
minggir.
“Minggirlah tikus! Jangan sampai terinjak oleh kudaku!”
teriak sang Pangeran.
“Jangan injak hamba, ambillah hamba sebagai tunangan!” pinta
si Tikus.
“Apaa? Tunangan dengan tikus? Tak mungkin!” jawab sang
Pangeran dan dia langsung mempercepat kudanya pergi dan menghilang di kejauhan.
Tak lama kemudian, sang Pangeran tiba di kerajaan lain dna
berhasil bertunangan dengan puteri kerajaan itu. Setelah itu ia pulang kembali
untuk memberikan kabar kepada sang Ayah.
Giliran pangeran Kedua untuk pergi mengembara. Persis
seperti apa yang terjadi pada kakak Sulungnya, si Tikus juga memohon kepada
pangeran Kedua untuk dijadikan tunangannya. Pangeran Kedua ini-pun tidak
menghiraukan permintaan si Tikus. Ia menunggangi kudanya terus dan berhasil
bertunangan dengan puteri dari kerajaan lain.
“Mari, Pangeran dapat melihat gubuk hamba!” kata si Tikus.
Ia lari mendahului dan menjadi penunjuk jalan.
Pangeran Bungsu mengendarai kuda
serta mengikuti dari belakang. Mereka sampai di sebuah batu besar.
“Di sinilah tempat tinggal hamba!” kata si Tikus dan masuk
ke dalam liang. “Tunggulah disitu, hamba akan ambilkan sebuah cincin.”
Pangeran Bungsu merasa sangat penasaran. Ia turun dari
punggung kudanya dan mengintip ke dalam liang tikus itu. Sinar kemilauan
terpancar ke arah mata pangeran Bungsu. Tak lama kemudian, keluarlah si Tikus
dan menyerahkan cincinnya kepada pangeran Bungsu. Cincin itu begitu elok. Belum
pernah pangeran Bungsu melihat cincin seindah itu.
Pangeran Bungsu kembali
menuju istananya serta menunjukkan cincin dari tunangannya. Namun, ia tak mau
menceritakan puteri siapakah yang beruntung menjadi pilihannya.
Semua orang di istana sangat kagum akan indahnya cincin itu.
Cincin yang didapat kedua kakaknya kelihatan bagai kuningan dan pecahan gelas
saja jika dibandingkan dengan cincin pangeran Bungsu. Setelah beberapa waktu
berlalu, Raja memanggil ketiga putranya.
“Sekarang aku ingin melihat dan mencicipi roti buatan
calon-calon mrnantuku. Pergilah kembali dan sampaikan pesanku!” kata sang Raja.
“Roti macam apa yang dapat dibuat oleh tikusku!” pikir
pangeran Bungsu. Ia sangat sedih dan khawatir.
“Tetapi paling tidak aku harus
menceritakan kepadanya, apa yang menjadi permintaan ayah!” demikianlah pendapat
pangeran Bungsu.
Dengan menunggangi kudanya, pangeran Bungsu segera menuju
tempat tinggal si Tikus. Kemudian ia memanggil si Tikus tunangannya. Ia
sampaikan pesanan ayahnya dan menanyakan apakah ia sanggup membuatkan roti.
“Hanya itukah permintaansang Raja? Jangan khawatir,” kata si
Tikus. “Besok pagi roti itu akan ku siapkan.”
Keesokan harinya, ketika pangeran
Bungsu kembali ke tempat si Tikus, ia melihat si Tikus sudah menunggu dan siap
dengan rotinya. Pangeran Bungsu menerima roti itu dan membawanya kembali ke
istana.
Belum pernah sang Raja menyantap roti selezat buatan si
Tikus. Sementara itu, kedua pangeran lainnya hanya membawa roti biasa, tak ada
keistimewaannya.
“Aku telah melihat dan mencicipi roti buatan calon istri
kalian,” kata sang Raja. Namun, sang Raja ingin memberi percobaan lainnya.
“Sekarang aku ingin tahu, apakah tunangan kalian bisa membuat minuman yang
enak,” kata Raja.
Ketiga pangeran itu segera berangkat untuk menemui
tunangannya masing-masing dan mengabarkan permintaan sang Raja. Si Tikus pun
menyanggupi dan menyuruh pangeran Bungsu untuk mengambil keesokan harinya.
Ketika pangeran Bungsu kembali keesokan harinya, terlihat sebuah pot emas
bertatahkan batu-batu mulia, telah siap di atas batu. Ketika tutup pot itu ia
buka, tercium bau segar bermutu tinggi sehingga menimbulkan selera.
Tak ada di kerajaan itu yang pernah minum sesegar dan seenak
minuman buatan si Tikus. Sang Raja amat puas. “Kalian bertiga rupanya berhasil
mendapatkan tunangan yang baik,” katanya. “Tetapi kau, putra Bungsuku,
tunanganmu-lah yang terbaik. Dengan roti dan minuman seenak itu, pasti dapat
hidup dengan enak di dunia ini,” kata sang Raja bangga.
Akhirnya, sang Raja meminta kepada ketiga puteranya untuk
membawa tunangan mereka masing-masing ke istana. Ia ingin melihat wajah calon
menantunya.
“Oh, apa yang harus kulakukan! Celaka, bagaimana mungkin?”
pikir pangeran Bungsu dengan bingung. Ia segera menunggangi kudanya dan segera
menuju tempat si Tikus untuk mengabarkan bahwa ia harus membawanya ke istana.
“Aku sangat khawatir, bagaimana akhirnya nanti!” kata
pangeran Bungsu.
“Jangan khawatir, semuanya akan berakhir dengan baik,” kata
si Tikus. “Asal tuan menuruti semua yang saya anjurkan. Siapkan satu buah kulit
telur, enam ekor kumbang, dan dua ekor lalat,” jelas si Tikus.
“Kekangkan keenam ekor kumbang pada kulit telur. Pasangkan
kedua ekor lalat di dalam kulit telur, satu di depan dan satu di belakang
hamba,” sambung si Tikus.
“Aturlah nanti agar iring-iringan hamba ini berada di paling
belakang. Dan saat kita tiba di istana nanti, tirukan semua apa yang
kakak-kakak tuan lakukan terhadap tunangannya. Maka semuanya nanti bakal
beres,” kata si Tikus yakin.
Pangeran Bungsu menuruti semua anjuran si Tikus. Tak lama
kemudian, kendaraan aneh telah siap. Si Tikus duduk di dalam kulit telur dan
berangkatlah mereka. Saat mereka tiba di istana, mereka melihat kedua kakak
pangeran menggendong tunangannya serta menciumnya. Dengan tak malu-malu,
pangeran Bungsu pun memperlakukan si Tikus persis seperti yang dilakukan
kakak-kakaknya terhadap tunangannya.
Terjadilah keajaiban, tiba-tiba seorang puteri cantik sudah
berada dalam dekapan pangeran Bungsu dan kendaraan aneh yang digunakan si Tikus
berubah menjadi sebuah kereta indah lengkap dengan pengawalnya. Kemudian mereka
masuk ke istana dan Raja terpesona melihat kecantikan Puteri Tikus. Setelah
menghadap Raja mereka kembali ke istananya masing-masing.
Setelah pangeran Bungsu dan Puteri Tikus kembali ke tempat
Puteri Tikus, batu yang menjadi rumah Puteri Tikus telah berubah menjadi istana
yang megah. Ternyata sang Puteri dulunya terkena sihir, sehingga menjadi tikus
dan istananya berubah menjadi batu.
Dan singkat cerita, akhirnya pangeran
Bungsu dan Puteri Tikus hidup bahagia selamanya.
*as always, Happy Ending ^^
No comments:
Post a Comment