Selamat Datang - Welcome to My Blog - 어서오세요 여러분 - أَهْلَنْ وَسَهْلَنْ

Saturday, September 17, 2011

Semboyan dari Alm. Kyai Musta’in-Ponpes Darul Ulum Jombang

Saat menuntut ilmu di pondok pesantren, tidak sedikit para santri maupun santriwati yang mendapatkan petuah dari para kyai alim ulama salaf yang dihormati. Petuah – petuah dari beliau yang umumnya secara tidak sengaja diucapkan untuk memompa semangat santri, terkadang dijadikan semboyan hidup bahkan sampai djadikan semboyan khas  dari Kyai yang memberikan petuah tersebut.
Salah satu semboyan yang sering didengungkan di kalangan para santri dan para alumni adalah “berotak london berhati masjidil harram”. Sebenarnya banyak pesan yang disampaikan melalui semboyan ini. Akan tetapi, hanya sedikit yang mengetahui apa makna dari semboyan ini, termasuk saya yang juga sering mendengar semboyan ini sejak menjadi santri di ponpes Darul Ulum… ^.^V
Berdasarkan hasil diskusi yang didapatkan dari grup para alumni, didapatkan berbagai macam pendapat mengenai apa makna sebenarnya dari semboyan yang begitu bermakna ini..
Ada yang memberi persamaan makna semboyan ini dalam bahasa Jawa >>>
(1)   Duk tali layangan, awak situk ilang-ilangan
(2) Urip ing dunyo zaman koyo ngene iki ngintiro, nanging ojo kintir (deuuh..meskipun saya juga orang JAwa, tapi tetep ngga’ dong sama artinya… -___-“)
         
Secara simpel, ada yang menafsirkan >>>
                                                                                       1.Shalat jama’ah
                                                                                                  2.Ngaji
                                                                 3.Sekolah (menuntut ilmu : red)
 Klo seingat saya, yang paling ditekankan adalah memang shalat Jama’ah… akan tetapi, Ngaji dan Menuntut Ilmu juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dunia pesantren. Pada saat sowan sekalipun, para kyai tetap mendawuhkan untuk tetap menjaga shalat jama’ah plus istighosah dimanapun kami berada meskipun telah menjadi alumni (Alhamdulillah, meskipun sudah menjadi alumni, shalat jama’ah dan istighosah masih tetap dilakukan, meskipun tidak sesering pas di ponpes..-___-).
Untungnya di akhir diskusi, tetap dijelaskan makna dari>>
(1)  Duk tali layangan artinya “nama benang untuk layang-layang” Awak situk ilang-ilangan artinya “diri kita ini hanya satu, korbankanlah untuk hal-hal yang baik”
(2)  Urip ing dunyo zaman koyo ngene iki ngintiro, nanging ojo ngintir artinya “Hidup di zaman yang serba modern ini, kita harus mengikuti arus, tetapi jangan sampai terbawa oleh arus (Ngintiro tapi ojo kintir)”.
Apabila dibaca, semboyan yang ingin disampaikan sangatlah sederhana diucapkan. Akan tetapi, dibalik kesederhanaan kata, terkadang tersimpan banyak makna yang bahkan kita tidak pernah duga artinya. Oleh karena itu, janganlah terlalu mudah menafsirkan kata yang bermakna ganda, klo memang benar-benar belum tahu artinya. Karena kesalahan dalam menafsirkan kata atau kalimat, bisa menyebabkan perbedaan penafsiran (isi kepala tiap-tiap orang itu berbeda).
Merujuk dari penafsiran pertama tentang Duk tali layangan, awak situk ilang-ilangan, secara sederhana dapat ditafsirkan bahwa kita hidup di dunia hanya sekali, dan kita juga punya nyawa hanya 1 (tidak seperti kucing yang konon katanya punya 9 nyawa..hehhe). Jadi sepantasnyalah untuk mengisi hidup ini dengan hal-hal yang baik (meskipun dalam berbuat kebaikan terkadang banyak kendalanya…), hal-hal yang bermanfaat, dan lebih baik lagi klo pengalaman yang kita dapat bisa membangkitkan  semangat teman kita yang sedang jatuh (karena membuat bahagia orang lain, dapat mendatangkan pahala bagi kita sendiri).
 Terutama bagi saya dan teman-teman saya yang merupakan perantau, hidup di daerah orang lain tidaklah mudah. Banyak hal yang harus disesuaikan dengan diri kita sendiri, karena dalam dunia perantauan, kita sebagai perantau-lah yang harus beradaptasi. Dalam perantauan kita hidup menumpang di daerah asing dan tidak akan selamanya kita tinggal di daerah rantau. Sehingga yang terpenting adalah, perantau harus meninggalkan hal yang baik di daerah rantau, karena perantau datang dengan niat baik. Dari sinilah, alasan untuk selalu berbuat baik kepada orang lain mutlak dilakukan. KLo ingin dihormati maupun dihargai orang, maka dimulai dari diri sendirilah yang juga harus menghormati dan menghargai orang lain.


Merujuk kembali dari penafsiran kedua tentang Urip ing dunyo zaman koyo ngene iki ngintiro, nanging ojo ngintir, memang sesuai dengan jaman sekarang yang serba praktis dan mudah. Kita dibolehkan untuk mengikuti perkembangan zaman, tapi jangan sampai zaman yang memperdayai kita. Kita boleh mengikuti kemajuan teknologi, tapi jangan sampai kita diperbudak canggihnya teknologi. Karena manusia-lah yang sebenarnya mempunyai akal, sehingga sebagai al-insaan, hanya diri kita sendirilah yang bisa membatasi... "dan hanya dengan mengingat Allah, hati kita akan tenang"..


 
 

1 comment:

  1. Alhamdulillah Pun di Ilengaken tentang penjelasane sangkeng poro Kyai, Saya Ucapkan Banyak Terima Kasih.

    ReplyDelete